INTANANEWS.ID – Maraknya tindakan persekusi dan kekerasan terhadap aktivitas peribadatan umat Kristiani di Indonesia belakangan ini telah memicu keprihatinan mendalam dari berbagai elemen masyarakat.
Menanggapi situasi yang kian mengkhawatirkan ini, PERISAI Pria Kaum Bapak (KPKB) Kerapatan Gereja Protestan Minahasa (KGPM), Manado 30 Juli 2025 mengeluarkan seruan keras.
Mereka mendesak pemerintah untuk bertindak tegas menegakkan hukum dan melindungi kebebasan beribadah yang dijamin konstitusi.
KPKB KGPM menyoroti serangkaian insiden kekerasan dan penganiayaan yang terus berulang, bahkan telah terjadi selama bertahun-tahun. Hal ini, menurut mereka, menunjukkan kegagalan dalam menjamin hak dan kebebasan beribadah.
Sebagai bagian dari “gereja merah-putih” yang turut berjuang mewujudkan cita-cita kemerdekaan bangsa, KPKB KGPM merasa memiliki tanggung jawab untuk menyuarakan keresahan ini.
Dalam seruannya, KPKB KGPM menyatakan “Mengecam Sangat Keras!” tindakan-tindakan kekerasan yang semakin masif menimpa umat Kristen saat beribadah, terlebih yang melibatkan anak-anak sebagai korban.
Mereka menuntut perhatian dan tanggung jawab penuh dari para pemimpin bangsa, termasuk Presiden Prabowo Subianto, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, Kapolri, dan Menteri Agama.
“Kami menuntut para pemimpin bangsa untuk menjalankan dengan jujur kewajiban jabatannya memimpin, melindungi dan mengayomi seluruh rakyat Indonesia dengan adil, tegas dan berwibawa tanpa memandang bulu,” tegas perwakilan KPKB KGPM.
Mereka juga mendesak penegakan sanksi hukum bagi para pelaku kekerasan dan perlindungan maksimal bagi korban.
KGPM mengajak semua elemen bangsa untuk jujur melihat dan mengakui bahwa akar masalah tindakan kekerasan yang disertai intoleransi bukan lagi sekadar masalah perizinan atau kesalahpahaman. Sebaliknya, tindakan kekerasan tersebut nyata-nyata didasarkan pada “paham dan kebencian kelompok tertentu” dalam memahami perbedaan kehidupan berbangsa.
Oleh karena itu, KPKB KGPM menegaskan bahwa kasus-kasus yang terjadi saat ini tidak lagi berada pada tahap mediasi perdamaian, melainkan harus diselesaikan melalui tindakan dan proses “penegakan hukum yang keras!”
Seruan tersebut juga menyoroti penggunaan diksi yang meresahkan, seperti label “meresahkan, berisik, dan mengganggu ketentraman warga” terhadap kegiatan peribadatan atau aktivitas keagamaan Kristiani.
Diksi ini, menurut mereka, kerap menjadi alasan untuk membubarkan kegiatan ibadah dengan kekerasan.
Lebih lanjut, KPKB KGPM meminta penghentian penggunaan kata “OKNUM” sebagai upaya mengaburkan fakta. Mereka menyatakan bahwa para pelaku kekerasan adalah kelompok atau umat tertentu yang bahkan, pada peristiwa-peristiwa tertentu, digerakkan, dimotori, dan dilindungi oleh tokoh-tokoh agama, pemimpin, serta pemerintah setempat.
KPKB KGPM mengingatkan bahwa tindakan persekusi, kekerasan, dan penganiayaan atas dasar agama adalah “tindakan berbahaya”. Apabila terus dibiarkan, hal ini berpotensi besar menciptakan disintegrasi bangsa dan menjadi ancaman nyata bagi persatuan bangsa dan keutuhan NKRI yang telah susah payah dibangun oleh para pendiri bangsa.
Sebagai penutup, KPKB KGPM mengajak segenap umat Kristiani di seluruh Indonesia untuk sehati-sepikir dan sepenanggungan sebagai satu tubuh Kristus, saling mendoakan dan mendukung, terutama bagi saudara-saudari seiman yang mengalami penderitaan nyata.
“Demikian seruan kami untuk Indonesia yang selamat sentosa, makmur, adil, merdeka dan bersatu rakyatnya. Yesus Kristus dalam kebangsaan, kebangsaan dalam Yesus Kristus,” tutup Pnt. Stefen J. Supit, SH, selaku Panglima Perisai-PP KGPM, bersama Pnt. Mulyadi Lontaan.(nes)